Kamis, 03 April 2014

FALSAFAH JAWA

KOCAK TANDHA LOKAK
KOCAK (suara air yang berguncang dalam wadahnya),
TANDHA LOKAK (tanda tidak penuh/dangkal).
Gambaran orang yang ilmu dan kepribadiannya belum mantap, namun untuk membunyikan kekurangannya; biasanya banyak omong kosong.
Peribahasa ini mempunyai makna sama dengan AIR BERIAK TANDA TAK DALAM atau TONG KOSONG BERBUNYI NYARING.


MANUNGSA WINENANG NGUDI, PURBA WASESA ING ASTANE GUSTI
MANUNGSA NIENANG NGUDI (manusia berhak usaha)
PURBA WASESA ING ASTANE GUSTI (kekuasaan di tangan Tuhan)
Ungkapan ini salah satu wujud kepercayaan spiritual di Jawa yang mengakui bahwa manusia hanyalah TITAH SAWANTAH, yang seluruh liku kehidupannya tak bisa ditentukan sendiri, melainkan bergantung kehendak Tuhan. Peribahasa ini sebagaimana ungkapan MANUSIA BERUSAHA, TUHAN YANG MENENTUKAN (Man proposses, God disposes)


ORA KERAS YEN KERIS, ORA KERIS YEN KERAS
ORA KERAS (tidak keras), YEN KERIS (asalkan keris)
ORA KERIS (tidak keris), YEN KERAS (asalkan keras)
Tidak keras berbicara asalkan memakai keris,
tidak memakai keris asalkan keras bicaranya.
Pesan tersembunyi dibalik ungkapan ini adalah meskipun tidak kaya, tetapi sifatnya mulia. Meskipun tidak bergelar, asalkan bekerja.
Makna yang ingin disampaikan, bahwa manusia tidak ada yang sempurna.
 


 LIMA TINGKATAN KUALITAS DIRI
(Menurut Filsafat Jawa)
1. NANDING SARIRA
Tahapan seseorang masih membanding-bandingkan dirinya dgn orang lain
2. NGUKUR SARIRA
Tahapan seseorang mengukur orang lain dengan tolok ukur (standar ukur) dirinya sendiri
3. TEPA SARIRA
Tahapan seseorang mau dan mampu merasakan perasaan orang lain
4. MAWAS DIRI
Tahapan seseorang mencoba memahami dirinya sejujur-jujurnya
5. MULAT SARIRA
Tahapan yang sudah melebihi mawas diri, seseorang telah menemukan identitas dirinya yang terdalam sebagai pribadi.


WANI NGALAH
Istilah WANI NGALAH, berbeda dengan KALAH.
WANI NGALAH, itu sengaja biar terlihat (seolah-olah) kalah.
WANI NGALAH, hanya berusaha untuk menyenangkan orang lain. Sedangkan KALAH, memang benar-benar keadaan kalah.
Orang yang suka mengalah biasanya selalu menjaga perasaan orang lain agar tak tersinggung. Pribadi yang baik, tidak malu untuk WANI NGALAH.

Prinsip orang yang bersikap wani ngalah adalah MENANG ORA KONDANG, KALAH WIRANG, sementara PADUDON (adu mulut) itu ibarat perang.
Di dalam perang, berlaku prinsip "yang menang menjadi pindang, yang kalah menjadi rempah". Keadaan dimana, dua-duanya saling merugi, tidak ada yang untung.

Untuk bisa wani ngalah, seseorang hrs bersedia menyingkirkan egonya. bagi orang sangat menjaga GENGSI, sikap wani ngalah ini SANGATlah BERAT untuk dijalankan. Demi harga diri, lebih baik KALAH WANG, daripada KALAH WONG. Ia berani GARANG walaupun keadaannya GARING.


SEPULUH TEMBANG MACAPAT dalam tradisi Jawa
1. MIJIL
berarti keluar (lahir) di dunia, awal perjuangan hidup
2. PANGKUR
berasal dari kata (nyimPANG + mungKUR) artinya jangan sekali-kali menyimpang (meninggalkan) dari keimanan
3. KINANTHI
berasal dari kata KANTHI diberi sisipan IN. Orang hidup harus mendapat tuntunan (kanthi) dari Tuhan.
4. DHANDHANGGULA
dhandang (tempat membuat nasi) dan gula yang berarti harapan kehidupan yang manis.
5. SINOM
Sinom adalah daun muda pohon asam (pupus), atau rambut halus di atas dahi wanita. Artinya ajaran/pencerahan/kotbah yang menggembirakan, membuat manusia penuh harapan dan tampak awet muda, karena bersih lahir dan batin.
6. ASMARADANA
Asmara + Dana (cinta dan memberi). Manusia yang sempurna adalah mereka yang memiliki rasa cinta (dalam arti luas) dan selalu ikhlas memberikan apa saja yang ia miliki bagi orang lain.
7. MEGATRUH
Megat + Ruh (memisahkan roh), berarti memisahkan roh atau pemikiran yang tidak baik. Menjauhkan dari nafsu serakah dan kejahatan. Menjauhi larangan Tuhan.
8. DURMA
munDUR saka MA-5 (Ma Lima)
9. MASKUMAMBANG
berarti Emas yang terapung. Maknanya Emas itu massa jenisnya paling berat dibanding logam lain, baik dan indah. Sekalipun berat, jika dilandasi jiwa mengabdi pada Tuhan, maka semua akan terasa ringan. Seolah-olah terapung (kumambang).
10. POCUNG
Adalah puncak (akhir) kehidupan. Saat menghembuskan nafas terakhir menuju alam keabadian. Saat kita menghadap Sang Khalik.