Senin, 11 November 2013

GUNUNGAN atau KAYON

GUNUNGAN atau KAYON adalah gambar wayang yang menyerupai gunung.

Di bawahnya kelihatan gambar pintu gerbang, dijaga oleh dua raksasa yang memegang pedang dan perisai, ini memperumpamakan pintu gerbang istana dan sewaktu wayang main, gunung dipergunakan sebagai istana.
Di sebelah atas gunungan terdapat pohon kayu yang dibelit oleh seekor ular besar. Terdapat pula di situ gambar berbagai binatang hutan; gambar di dalam keseluruhannya melukiskan keadaan di dalam hutan.
Menurut riwayatnya, gunungan melambangkan keadaan dunia dan isinya.

Sebelum wayang dimainkan, gunungan ditancapkan di tengah tengah kelir dengan cenderung sedikit ke kanan yang berarti, bahwa lakon wayang belum dimulai, bagaikan dunia yang belum beriwayat.
Sesudah wayang mulai dimainkan, gunungan dicabut dan dijajarkan di sebelah kanan. Gunungan dipakai juga sebagai pertanda akan bergantinya cerita, untuk keperluan ini maka gunungan ditancapkan di tengah-tengah.
Selain dari itu digunakan juga untuk memperumpamakan api dan juga angin, dalam hal mana gunungan dibalikkan.  Di balik gunungan hanya bercat merah, warna inilah yang memperumpamakan api. Dan warna ini hanya bisa di- lihat dari depan kelir. Gunungan juga digunakan untuk memperumpamakan rimba dan dimainkan pada waktu adegan perampogan (menggambarkan tentara siap-siaga dengan berbagai macam senjata).

Dalam adegan ini, dalang menyampaikan ucapan oleh berbagai macam pelaku yang di dalam keseluruhannya merupakan suatu dialog antar perjurit seperti, misalnya, mengenai buruknya keadaan jalan.  Maka ditempuhlah jalan itu dengan menebangi pohon - pohon dan memperbaiki jalan agar bisa dilewati perjurit-perjurit. Gununganlah yang ditempuh oleh rampogan untuk memisalkan dilaluinya hu- tan. Seselesainya lakon, gunungan ditancapkan lagi di tengah-tengah kelir untuk menandakan bahwa ceritanya sudah tamat. Penggunaan gunungan untuk menandakan adanya pergantian cerita atau babak: Sesudah gunungan dipasang di tengah, maka dalang dengan singkat menyampaikan ucapan mengenai lakon yang baru saja selesai dimainkan atau mengenai babak lakon yang baru akan dimulai.

Para penonton sementara itu dapat mengkhayalkan kejadian - kejadian didalam lakon yang demikian hidupnya diuraikan oleh dalang. Kemahiran dalang dalam menyampaikan isi cerita bisa mempesona penonton. Itulah kenyataan yang terdapat didalam pewayangan.


Gunungan adalah gambar wayang yang menyerupai gunung.
Di bawahnya kelihatan gambar pintu gerbang, dijaga oleh dua raksasa yang memegang pedang dan perisai, ini memperumpamakan pintu gerbang istana dan sewaktu wayang main, gunung dipergunakan sebagai istana.
Di sebelah atas gunungan terdapat pohon kayu yang dibelit oleh seekor ular besar. Terdapat pula di situ gambar berbagai binatang hutan; gambar di dalam keseluruhannya melukiskan keadaan di dalam hutan.
Menurut riwayatnya, gunungan melambangkan keadaan dunia dan isinya.
Sebelum wayang dimainkan, gunungan ditancapkan di tengah tengah kelir dengan cenderung sedikit ke kanan yang berarti, bahwa lakon wayang belum dimulai, bagaikan dunia yang belum beriwayat.
Sesudah wayang mulai dimainkan, gunungan dicabut dan dijajarkan di sebelah kanan. Gunungan dipakai juga sebagai pertanda akan bergantinya cerita, untuk keperluan ini maka gunungan ditancapkan di tengah-tengah.
Selain dari itu digunakan juga untuk memperumpamakan api dan juga angin, dalam hal mana gunungan dibalikkan.
Balik gunungan hanya bercat merah, warna inilah yang memperumpamakan api. Dan warna ini hanya bisa di- lihat dari depan kelir.
Gunungan juga digunakan untuk memperumpamakan rimba dan dimainkan pada waktu adegan perampogan (menggambarkan tentara siap-siaga dengan berbagai macam senjata).
Dalam adegan ini, dalang menyampaikan ucapan oleh berbagai macam pelaku yang di dalam keseluruhannya merupakan suatu dialog antar perjurit seperti, misalnya, mengenai buruknya keadaan jalan.
Maka ditempuhlah jalan itu dengan menebangi pohon - pohon dan memperbaiki jalan agar bisa dilewati perjurit-perjurit.
Gununganlah yang ditempuh oleh rampogan untuk memisalkan dilaluinya hu- tan. Seselesainya lakon, gunungan ditancapkan lagi di tengah-tengah kelir untuk menandakan bahwa ceritanya sudah tamat.
Penggunaan gunungan untuk menandakan adanya pergantian cerita atau babak: Sesudah gunungan dipasang di tengah, maka dalang dengan singkat menyampaikan ucapan mengenai lakon yang baru saja selesai dimainkan atau mengenai babak lakon yang baru akan dimulai.
Para penonton sementara itu dapat mengkhayalkan kejadian - kejadian didalam lakon yang demikian hidupnya diuraikan oleh dalang.
Kemahiran dalang dalam menyampaikan isi cerita bisa mempesona penonton. Itulah kenyataan yang terdapat didalam pewayangan.

kayon anoman obong kayon balikayon banyumasan gito kayon blumbangan solokayon cirebonkayon gapuran kayon gapuran mantebkayon gapuran jatimkayon gapuran solo kayon gapuran yogyakayon golek menakkayon hakekat kayon jagad gumelarkayon kalacakra solokayon klthik kayon klowongkayon sadatkayon sasak kayon sekar jagadkayon simbal sanggar
kayon wahyu tumurun
Sumber: http://ki-demang.com/galeria256/index.php/gambar-kayon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar